PROSES BELAJAR
MENGAJAR ORANG DEWASA (POD)
A.
Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa
Seorang fasilitator ketika memfasilitasi dalam
kelas, tidak seperti guru yang serba tahu dan subjek dalam proses pembelajaran,
sedangkan murid-muridnya layaknya seperti orang bisu yang hanya bisa mendengar
dan menjadi obyek dalam proses pembelajaran, dan terkadang terjadi pemaksaan
keinginan berdasarkan keinginan guru dalam memberikan bahan belajaran
berdasarkan keinginan guru yang terpaket dalam paket kurikulum. Guru lazimnya dikenal dalam
istilah pendidikan formal sedangkan fasiltator dikenal dalam pelatihan dengan menggunakan metode andragogi.
Oleh karena itu dalam memproses interaksi belajar dalam
pelatihan orang dewasa kegiatan dan peranan fasilitator bukanlah memindahkan
pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta pelatihan. Peranan dan fungsi
fasilitator adalah mendorong dan melibatkan seluruh peserta dalam proses
interaksi belajar mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami permasalahan
nyata yang dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri, dapat merumuskan
tujuan belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dengan begitu maka tugas dan peranan fasilitator bukanlah
memaksakan program atau kurikulum dari atas, dari instansi, dari dinas, yang
mereka buat di atas meja terlepas dari kebutuhan dan permasalahan yang
dihadapi. Pembelajaran yang
diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada
ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan
sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara,
namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan
altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka.
Seorang pembimbing yang
baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang,
kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa
pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu
menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini,
diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran
tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila
mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila
mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka
merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya,
orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadiriya dihormati,
dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan
ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya
sendiri kepada mereka.
Oleh karena sifat
belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dan
benar atau salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem
nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga
diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian,
pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari
pembimbingnya, dan pada akhimya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya
sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak
akan pemah terwujud.
Orang dewasa memiliki
sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda.
Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati
dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling herbeda
pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi
belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat
salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan,
cemoohan, dll).
Keterbukaan seorang
pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan
potensi pribadiriya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan
untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak
baik bagi kesehatan psikologis, dan pisis mereka. Di samping itu, harus
dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan,
hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana
keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai altematif kebebasan
mengemukakan ide/ gagasan dapat diciptakan.
Dalam hal lainnya, tidak
dapat dipungkiri bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor
tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui
sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus
selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu
harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang
seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan
perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang
kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi
wama yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.
Bagi orang dewasa,
terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang
mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku
dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun
sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan
kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dan belajar.
Pada akhirnya, orang
dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang
dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya.
Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota
kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat
mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki
perbedaan.
B. Pengaruh Penurunan
Faktor Fisik Orang Dewasa dalam Belajar
Proses
belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara perubahan
usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang
dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena
semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan
fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya
memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi
(1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan
menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan
perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Vemer dan Davidson
dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat
keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1.
Dengan bertambahnya
usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara
jelas mulai hergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat
melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat
puluh fahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.
2.
Dengan bertambahnya
usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas
mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan
penggunaan bahan dan alat pendidikan.
3.
Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan
dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100
Watt cahaya1 maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70
tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4.
Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah
daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata,
sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat
dibedakannya warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna
cerah yang kontras untuk alat-alat peraga.
5.
Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya
usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan
nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih
cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dan orang berusia
20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dan orang yang
berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran.
6.
Pembedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang
dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat
makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai
menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula
membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar
mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah
ini:
1.
Terciptanya proses
belajar adalah suatu proses pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap
individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban
memotivasi/mendorong untuk mencari pengetahuan yang lebih tinggi.
2.
Setiap individu orang
dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna
pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan
keperluan pribadinya.
3.
Kadangkala proses
pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar hanya
diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja
tidak cukup, kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa yang
luhur yang harus dipelihara, di samping metode berpikir tradisional yang sukar
diubah.
4.
Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus serta
bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi
sendiri untuk memperlajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam
pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk mengamati kiat dan strategi
individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu dapat memperbaiki dan
menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih
efeklif.
5.
Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang
akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan
ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
6.
Pengembangan intelektualitas seseorang melalui suatu proses pengalaman
secara bertahap dapat diperluas. Pemaksimalan hasil belajaran dapat dicapai
apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya.
Di satu sisi, belajar dapat diartikan sebagai suatu
proses evolusi. Artinya penerimaan ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu
saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu urutan proses
tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik menentukan secara jauh
mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang akan disajikan. Mereka
mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling
efisien untuk menyampaikan unit-unit dan materi tersebut, misalnya ceramah,
membaca, pekerjaan laboratorium, film, mendengar kaset dan lain-lain.
Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit isi ini
dalam suatu bentuk urutan.
Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan
secara jauh satu perangkat prosedur untuk melibatkan siswa, untuk selanjutnya
dalam prosesnya melibatkan elemen-elemen sebagai berikut:
(a) menciptakan iklim yang mendukung belajar,
(b) menciptakan mekanisme untuk perencanaan bersama,
(c) diagnosis kehutuhan-kebutuhan belajar,
(d) merumuskan
tujuan-tujuan program yang
memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar,
(e) merencanakan pola pengalaman belajar,
(f) melakukan pengalaman helajar ini dengan teknik-teknik
dan materi yang memadai,
(g) mengevaluasi
hasil belajar dan mendiagnosa
kembali kebutuhan-kebutuhan belajar.
C.
Langkah-langkah Pokok
dalam Proses Pembelajaran Orang Dewasa
Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam
proses pembelajaran kegiatan pelatihan dalam hal ini penyuluhan pertanian, maka
perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
1. Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif
Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya
menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses
pembelajaran, yaitu:
a.
Pengaturan Lingkungan Fisik
Pengaturan lingkungan
fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa terbiasa, aman,
nyaman dan mudah. Untuk itu perlu
dibuat senyaman mungkin:
(1). Penataan dan peralatan
hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang dewasa
(2). Alat peraga dengar dan
lihat yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa
(3). Penataan ruangan,
pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya
interaksi social
b.
Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis
Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang
dewasa merasa diterima, dihargai dan didukung.
(1).
Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung
(2). Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai
melalui kegiatan
(3). Bina Suasana dan berbagai permainan yang sesuai
(4). Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk
menyatakan pendapat tanpa rasa takut.
(5). Mengembangkan semangat kebersamaan
(6). Menghindari adanya pengarahan dari
"pejabat-pejabat" pemerintah
(7). Menyusun kontrak belajar
yang disepakati bersama
1.
Diagnosis
Kebutuhan Belajar
Dalam
andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh warga
belajar atau peserta pelatihan di dalam suatu proses melakukan diagnosis
kebutuhan belajarnya:
a)
Melibatkan seluruh
pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena dampak langsung
atas kegiatan itu
b)
Membangun dan
mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan
c)
Menyediakan berbagai
pengalaman yang dibutuhkan
d)
Lakukan perbandingan
antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu
e)
3. Proses
Perencanaan
Dalam
perencanaan pelatihan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang
akan terkena dampak langsung atas kegiatan pelatihan tersebut. Tampaknya ada
suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat
manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila
mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan:
a. Libatkan peserta untuk menyusun rencana pelatihan, baik
yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain
b) Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai
pihak terkait menyangkut pelatihan tersebut
c) Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi
ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi pelatihan.
d)
Tentukan pembagian
tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa
dan kapan.
·
4.
Memformulasikan Tujuan
Setelah
menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada,
langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam
proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan
dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut di atas.
5. Mengembangkan Model Umum
Ini
merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pelatihan dimana harus
disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan
diskusi kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya.
Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas
satu persoalan dan penetapan waktu yang sesuai.
6. Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran
Dalam menetapkan
materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Materi pelatihan atau pembelajaran hendaknya ditekankan
pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta pelatihan
b)
Materi pelatihan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada
aplikasi praktis
c)
Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat
pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta
d)
Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun
lebih bersifat partisipatif.
7. Peranan Evaluasi
Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang
efektif untuk diterapkan bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak
cocok dan tidaklah cukup untuk menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa
pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:
a) Evaluasi hendaknya
berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses
pembelajaran / pelatihan
b) Sebaiknya evaluasi
dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta pelatihan itu sendiri
(Self Evaluation)
c)
Perubahan positif
perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan
d)
Ruang lingkup materi
evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan
bersama seluruh pihak terkait yang terlibat.
e)
Evaluasi ditujukan
untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pelatihan yang
mencakup kekuatan maupun kelemahan program
f) Menilai efektifitas
materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku.
D. Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor
Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran
orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan
pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang
dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu
tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas
melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan "pemaksa"
untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena
adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya
perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang
sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran.
Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang
tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi
positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku
belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan
akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar
menjadi tidak menyenangkan.
Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para
tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
warga belajar, yaitu :
(1) Bersikap manusiawi
dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya
secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka;
berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau
menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu
sambil menekan penilaian diri sendiri,
(2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya,
konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas,
(3) Bersikap respek:
mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan,
perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai
perasaan dan pengalaman mereka, dan
(4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain
tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif
mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan
kekeliruan.
D.
Rangkuman
Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat
(long life education). Namun,
ada korelasi negatif antara perubahan usia dengan kemampuan belajar orang
dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan
semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin
menurun).
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat
efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing
(pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu
mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar
individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk
mengembangkan kepribadian mereka.
Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang
sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran.
Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang
tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi
positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku
belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan
akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar
menjadi tidak menyenangkan.
BAB VI
PENUTUP
Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan
baik pendidikan informal maupun non-formal, namun demikian, masalah yang sering
muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa.
Bagi pendidik orang dewasa, memperhatikan asumsi
andragogis sebagai landasan pertimbangan dalam melayani bimbingan dan
pengarahannya terhadap interaksi proses belajar bagi peserta didiknya merupakan
suatu keharusan untuk menentukan keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan
kepada peserta didiknya dalam program pendidikan orang dewasa.
Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat
efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing
(pelatih, pengajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu
mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar
individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk mengembangkan
kepribadian mereka.
Pengalaman menunjukkan bahwa seringkali sebuah program
memerlukan gabungan beberapa metoda untuk menciptakan efektivitas tertinggi.
Namun demikian pada prinsipnya, metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam
kegiatan belajar, harus : (1) berpusat
pada masalah, (2) menuntut dan mendorong
peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan
pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama
peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian
pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.
DAFTAR PUSTAKA
Bergevin, Paul, Morris. D,
Smith, RM., 1966. Adult Education Procedures. TheSeabury
Press New York.
Garis-Garis
Besur Haitian Negara, 1983
(TAP No. IIIMPIZ/1983) Universitas Indonesia Press Jakarta.
Ingals, John D. 1973. A Y'rainer Guide to Andragogi, Washington
DC: US Depertement of Health, Education and
Walture.
Kartono, Kartini. (1992 ). Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan?.
Bandung: Mandar Maju.
Knowless, Malcom, 1977. The Modern Practice of Adult Education Association Press New York.
Lunandi, A, G. (1987). Pendidikan orang dewasa. Jakarta: Gramedia.
Napitulu, WP. 1975. Prinsip-Prinsip
Pendidikan Orang Dewasa. Proyek Pengembangan Pendidikan Masyarakat (P3M). Jakarta.
PENMAS, 1975. Proyek Pengembangan Pendidikan Masyarakat
(P3M). Jakarta
Santoro S Hamijoyo, 1957. Pendidikan
Masyarakat 1. Ganeca. Bandung.
Sugarda
Purbakawaca, 1972. Pendidikan Dalam
Alam Indonesia Merdeka. Gunung Agung. Jakarta.
Suyatna Besar Atmaja, 1977. Pendidikan
Masyarakat, Pribadina, bandung.
Suyatna Besar Atmaja 1984. Pengantar Andragogi, Jurusan PLS FIP
Bandung.
Smith,
Robert M. George F. Aker and J.R. idd, 1970. Handbook of Adult Education. Macmillan
Publising Co., Inc., New York.
Tartib Prawirodihardjo, 1962- Comunity Education Indonesian. Paper:
Jakarta.